Di dalam negeri, tantangan ke depan pembangunan
pertanian antara lain adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan,
pemenuhan kebutuhan pangan, dan penyediaan lapangan kerja melalui optimalisasi sumber
daya yang ditata dalam sistem dan usaha agribisnis yang tanggap terhadap
perubahan lingkungan strategis. Perkembangan lingkungan strategis tersebut mengharuskan
perlunya penyesuaian dalam strategi pembangunan.
Teknologi Hasil Pertanian
adalah teknologi multidisiplin, yang melibatkan pakar-pakar, seperti pakar
bahan, manufakturing, teknologi pengolahan pangan, kimia, pengukuran, gizi,
agro-kompleks dan lingkungan. Kelemahan pengembangan
teknologi di Indonesia adalah sinergi antar disiplin ilmu yang masih sangat
rendah. Sinergi adalah akumulasi usaha difusi dari berbagai ilmu dan teknologi,
yang sangat membutuhkan energi, sehingga untuk mendapatkan produk yang canggih,
modern dan berkehandalan tinggi perlu langkah dan tahapan sistematik, yang
memerlukan dukungan politik dan dana pemerintah dan perguruan tinggi. Indonesia
yang memiliki 40% penduduk dunia hanya menyediakan 14% persediaan makanan
dunia. Salah satu masalah produksi tersebut di Indonesia adalah
ketidak mampuan kita menyediakan “Teknologi Hasil Pertanian”, yang mengakibatkan :
1. Produk pertanian seperti buah-buahan cepat jenuh, sehingga harga
mudah jatuh di musim panen, sehingga pengembangan nya secara intensif
besar-besaran tidak dimungkinkan.
2. Bargaining power petani sangat lemah menghadapi tengkulak, sehingga
kehidupan, kesejahteraan dan “daya beli pada teknologi” akan selalu
tetap lemah
3. Kemampuan pengawetan, pengepakan, sehingga bisa menjadikan “produk
kualitas ekspor” andalan masih sangat tergantung pada teknologi luar
negeri, sehingga ketergantungan terhadap produk, uluran tangan dan teknologi
akan terjadi selamanya
4. Bila Indonesia menguasai, dan mampu mengembangkan teknologi “setara
dengan teknologi dunia”, tidak mustahil produk pertanian bisa di
maksimalkan menjadi komoditi ekspor andalan Indonesia, sehingga kemajuan
teknologi bisa lainnya bisa berlangsung dan maju pesat.
Beberapa
produk pertanian yang saat ini berhasil berkembang cukup berarti di Indonesia
antara lain :
a.
Tepung,
beras, ubi kayu, jagung, gandum
b.
Buah-buahan : jeruk, pisang, mangga, dll
c.
Sayur-sayuran:
kubis, kentang
d.
Kacang-kacangan:
kacang tanah, kedelai
e.
Ikan segar,
udang, telur, susu, dairy produk
f.
Daging ayam,
sapi, kerbau
g.
Makanan
jadi, minuman
h.
Ternak,
hasil peternakan, makanan ternak
Teknologi Hasil Pertanian
untuk produk-produk di atas memang sebagian sudah tersedia di Indonesia, akan
tetapi penguasaan pakar Indonesia terhadap manufaktur, riset dan pengembangan
teknologi ini masih sangat lemah. Oleh sebab itu sulit bagi teknologi ini di
Indonesia untuk bisa menjadi “tulang punggung” produk-produk pertanian,
sehingga menjadi komoditi ekspor unggulan Indonesia.
Teknologi
ini harus dikuasai, walaupun harus bertahap. Dengan pengembangan produk dari
yang sederhana hingga produk yang kompleks, dari skala kecil hingga skala
industri, dan dengan akumulasi langkah-langkah perbaikan berkesinambungan, yang
melibatkan usaha multi-disiplin, teknologi ini akan menjadi teknologi yang
sangat dibutuhkan oleh sebagian besar produk pertanian Indonesia, yang akan
dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan volume ekspor non-migas,
dan sekaligus ikut berkontribusi cukup berarti dalam menyelesaikan persoalan
pengangguran di Indonesia.
Makalah ini akan membahas peran dan kontribusi mekanisasi Teknologi Hasil Pertanian dalam Agroindustri, Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi serta dalam Pembangunan Nasional dibuktikan pada pemerintah sebagai teknologi pemberdayaan
bagi kemampuan produktivitas rakyat, yang bisa mendorong ekspor pertanian
rakyat sebagai sumber devisa negara, dan merupakan salah satu langkah strategis
menyelesaikan pengangguran sesuai dengan tuntutan
pembangunan di Indonesia.
1. Peran Teknologi
Hasil Pertanian dalam Agroindustri
Proses menghasilkan (proses
produksi) komoditas hasil pertanian dipandang perlu untuk dilakukan
secara lebih terencana, baik dalam produktifitas, kualitas, maupun waktu panen.
Dengan demikian, perencanaan produksi dan penanganan hasil, termasuk jaringan
distribusi dan pemasarannya, haruslah dilakukan sebagai suatu sistem terpadu
didalam suatu tatanan industri pertanian yang berbasis bisnis agroindustri yang
dapat dikendalikan secara penuh. Dengan demikian pola pandang pertanian modern
semacam ini akan berbeda jika dibandingkan dengan pertanian pada umumnya (konvensional)
yang sangat tergantung kepada keadaan alam. Dalam hal ini,
teknologi produksi dan teknologi
hasil pertanian dipandang sebagai ujung tombak serta
satu syarat mutlak untuk suatu rangkaian proses didalam sistem agribisnis. Bila
keseluruhan jaringan mata rantai didalam agobisnis dan agroindustri dapat
dikendalikan secara ketat,
maka putaran bisnis didalamnya akan lebih terjamin layaknya sebagai suatu
industri.
Dalam kaitannya dengan sistem dan usaha
agribisnis, banyak pemikiran dimana satu dengan lainnya saling melengkapi dan
pemikiran pemikiran tersebut bermuara pada satu prinsip yaitu pasar sebagai
faktor pendorong utama pembangunan pertanian. Ada beberapa tulisan mengenai
pembangunan pertanian , yaitu konsep petani modern dan sektor pertanian modern
( Birowo, 1977), sistem dan usaha agribisnis yang dikemukakan oleh Saragih
(1999), serta Pembangunan Pertanian dan Perdesaan oleh Ginanjar ( 1996), dan
terakhir muncul pemikiran ke depan pertanian industri dari Kasryno dkk (2002).
Pada prinsipnya petani modern dalam konteks sistem dan usaha agribisnis yang
berdaya saing, memiliki cirri produktivitas dan efisiensi tinggi, hasil
pertaniannya berkualitas dan bernilai tambah tinggi, serta diusahakan sesuai
dengan lingkungan produksi (sumber daya lahan dan air). Inovasi teknologi dan
efisiensi usaha tani yang tinggi dan terus meningkat disesuaikan dengan
perkembangan sosial masyarakat. Kaidah kaidah komersial diterapkan dalam sistem
usaha tani tersebut, dimana komersialiasi ditandai dengan sistemnya yang
memiliki profitability tinggi, produknya sudah specialized (
tingkat diversifikasi tinggi),
input yang digunakan tradable
( IRRI, 1999). Lebih spesifik, beberapa ciri utama yang dapat dirangkum
adalah sebagai berikut:
a) Produksi pertanian
bermutu tinggi dan berubah jumlahnya sesuai permintaan pasar
b) Perubahan biaya produksi
yang disebabkan oleh adanya perubahan teknologi yang terus menerus diusahakan.
c) Penggunaan sumber daya
lahan air, tenaga kerja dan modal pada usaha tani efisien
d) Usaha tani fleksibel,
dinamis, terus meningkat produktifitasnya dan dikelola secara komersial dan
didukung oleh tersedianya fasilitas transportasi dan tata niaga bisnis,
fasilitas kredit, industri produktif yang menghasilkan sarana produk modern
seperti pupuk, pestisida serta alat-alat dan mesin lainnya dan fasilitas
penyuluh dan peneliti.
e) Profesionalisme
merupakan karakter yang menonjol dalam setiap karya yang dihasilkan.
f) Perekayasaan harus
menggantikan ketergantungan pada alam, sehingga setiap produk yang dihasilkan
senantiasa sesuai dengan yang dikehendaki dalam mutu, jumlah, bentuk, rasa, dan
sifat sifat lainnya.
Permasalahan utama yang
dihadapi didalam kegiatan agribisnis adalah sifat mudah rusak (perishable) dari
produk ini sehingga mengakibatkan tingginya susut hasil pertanian
serta terbatasnya
masa simpan (shelf life) dari komoditas pertanian setelah pemanenan. Dipihak
lain, sebagian
besar komoditas hasil pertanian ini juga bersifat musiman. Tingginya susut hasil pertanian akan
berakibat menurunnya pendapatan dan nilai jual dari komoditas tersebut,
sedangkan pendeknya masa simpan serta sifat musiman akan membatasi jangkauan
pemasaran dari produk hasil pertanian tersebut.
Dengan demikian hal yang paling mendasar dari segi teknologinya (pra maupun pasca
panen) adalah bagaimana caranya agar bisa menyediakan produk ini selama mungkin di
pasaran, tanpa banyak terganggu dengan hal-hal tersebut. Teknologi rumah kaca misalnya
akan merupakan salah satu teknologi untuk menghilangkan ketergantungan musim dalam meproduksinya.
Sedangkan dari sisi pasca panennya, teknologi penyimpanan dengan CA(controlled
atmosfir) misalnya dapat dijadikan alternatip untuk memperpanjang masa simpan
produk segar hasil pertanian, sehingga pasokan pasar bisa dilakukan sepanjang
tahun, tanpatergantung pada musim panen.
Oleh karena itu, didalam
pengembangan agribisnis, terutama pada produk segar, haruslah dipertimbangkan
beberapa hal sehubungan dengan teknologi hasil pertanian, baik teknologi yang
saat ini telah diterapkan baik oleh petani kecil maupun olehsuatu industri
pertanian besar, maupun tingkat teknologi yang akan diintroduksikan, sehingga akan
diperoleh keuntungan secra maksimal dari kegiatan agribisnis yang dilakukan.
Kegiatan teknologi hasil pertanian didefinisikan
sebagai suatu kegiatan penanganan produk hasil pertanian, sejak pemanenan
hingga siap dimeja konsumen, dimana didalamnya juga termasuk pada kegiatan
distribusi dan pemasarannya (Kader, 1988). Sedangkan dari rentang
kegiatannya,cakupan teknologi hasil
pertanian dibedakan menjadi dua
kelompok kegiatan besar, yakni
1) Penanganan Primer
Meliput penanganan komoditas
hingga menjadi produk setengah jadiatau produk siap olah, dimana
perubahan/transformasi produk hanya terjadi secara fisik, sedangkan
perubahan secara kimiawi biasanya tidak terjadi pada tahap ini.
2) Penanganan Sekunder
Yakni sebagai kelanjutan dari
penanganan primer, dimana pada tahap iniakan terjadi baik perubahan bentuk
fisik maupun komposisi kimia dari produk akhir melalui suatu proses
pengolahan (Shewfelt dan Prusia, 1993). Termasuk kedalam penanganan primer antara lain
adalah pengumpulan di kebun, pangangkutan dari kebun ke tempat penampungan (rumah
pengemasan/packing house), pembersihan dan pencucian (cleaning and washing),
pemilihan dan penggolongan (sorting and grading), pemberian perlakuan misalnya
fumigasi, perlakuan dengan air panas (hot water treatment) atau uap panas
(vapour heat tretment atauVHT), pelapisan lilin untuk buah-buahan (waxing),
pelabelan, pengemasan, penyimpanan, pemeraman dan pengangkutan ke tempat
pemasaran, tempat pengolahan atau langsung kekonsumen (transportation and
distribution). Sedangkan yang termasuk kedalam kegiatan penanganan sekunder
adalah seluruh kegiatan yang mengolah lebih lanjut produk penanganan primer
menjadi bahan olahan, misalnya pembuatan sari buah (juice), pengalengan,
pengeringan, pembuatan keripik pisang, pembuatan cabe kering, pembuatan tepung
beras, pengolahan saus tomat dan sejenisnya. Kegiatan penanganan primer
biasanya dilakukan didekat daerah sentra produksi, sedangkan pengolahan pada
tahap penanganan sekunder umumnya dilakukan dekat daerah
pemasaran dan dilakukan oleh suatu perusahaan/industri pengolahan.
Karena itulah Ginanjar (1996) menyebutkan
perlunya suatu reformasi pembangunan pertanian dari pertanian tradisonal ke
pertanian modern yang intinya adalah pertanian berbudaya industri. Lebih lanjut
dalam pemahaman saat ini, pertanian modern adalah modernisasi sistem dan usaha
agribisnis yang harus mampu menjamin pengadaan pangan yang cukup untuk bangsa
dan masyarakat. Pengadaan pangan itu didasarkan atas pemanfaatan
sumber-sumber alam, mutu sumber daya manusia dan inovasi teknologi yang
berkembang dalam wadah bangsa itu sendiri, tanpa adanya ketergantungan dari
sumbersumber luar negeri (Birowo, 1977).
2. Peran
Teknologi Hasil Pertanian dalam IPTEK
Dengan didasari oleh visi dan misi pembangunan
pertanian, tujuan pembangunan IPTEK dan dinamika lingkungan strategis domestik
dan global, serta kebutuhan masyarakat Badan Litbang Pertanian menetapkan visi
yaitu menjadi lembaga penelitian dengan cirri proaktif dan partisipatif dalam
menciptakan , merekayasa dan mengembangkan IPTEK untuk mewujudkan sistem
dan usaha agirbisnis yang berdaya saing,berkerakyatan, berkelanjutan, dan
terdesentralisasi.
Misi Pembangunan IPTEK Pertanian adalah untuk
menciptakan, merekayasa, dan mengembangkan inovasi inovasi baru yang diperlukan
bagi pembangunan untuk mewujudkan sistem dan usaha agribisnis guna mendukung
pembangunan sektor pertanian sebagai sektor andalan pembangunan nasional.
Untuk mewujudkan misi pembangunan IPTEK tersebut
ditetapkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
a) Inovasi inovasi yang
dihasilkan merupakan bagian integral dari sistem inovasi iptek nasional untuk menjawab tantantan
pembangunan pertanian.
b) Kegiatan litbang
pertaniandiarahkan untuk memfasilitasi pengembangan sistem dan usaha
agribisnis,peningkatan ketahanan panganserta selajutnya mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat
c) Pemanfaatan pengembangan
dan penguasaan IPTEK di bidang pertanian antara lain diarahkan kepada pembentukan
daya inovasi dan akselerasi adopsi teknologi untuk menghasilkan produk produk
yang memiliki daya saing tinggi.
d) Keterpaduan kegiatan dan
harmonisasi pendekatan baik antar lembaga maupun antar disiplin, sejak
penciptaan sampai adopsi inovasi teknologi, untuk dapat menghasilkan produk yang
komersial secara efisien dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, mekanisasi sebagai suatu sub
sistem IPTEK memiliki arti yang sangat strategis, karena dengan (mekanisasi
pertanian ) termasuk teknologi pasca panen), akan didorong pergeseran kearah
produktivtas dan efisiensi usaha tani tradisional ke usaha tani komersial atau
modern.
Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pertanian
harus berorientasi kepada sistem dan usaha agribisnis. Teknologi “baru” yang dihasilkan
harus mampu mengukuhkan kepercayaan bahwa dengan mekanisasi pertanian (
penerapan kaidah keteknikan) dapat diwujudkan suatu sistem usaha tani dengan
kepastian hasil tinggi yang dinyatakan dengan ciri fisik seperti kuantitas,
kualitas, produktivitas dan efisiensi.
Sistem dan usaha agribisnis merupakan sistem
usaha tani yang efisien dalam memanfaatkan sumber daya alam dan mampu
menghasilkan produk yang berkualitas dan sesuai dengan jumlah dan waktu dan
harga yang diminta oleh pasar. Penelitian dan perekayasaan sebagai proses tidak
dapat berdiri sendiri, tetapi harus memperhatikan komponen lain dalam sistem
budidaya pertanian secara utuh, yaitu sistem sosial ekonomi petani, lingkungan
dan permodalan. Teknologi alat dan mesin pertanian tidak lagi menjadi suatu input
yang bebas, tetapi akan saling bergantung dengan komponen tanah, iklim, petani,
modal, tanaman, ternak, ekonomi dan moneter. Penelitian dan perekayasaan
alsintan diperlukan dalam peningatan produktivitas, efisiensi sumber daya,
kualitas, dan pencapaian standar mutu hasil pertanian. Dengan demikian daya
saing
3. Peran
Teknologi Hasil Pertanian dalam Pembangunan Nasional
Mengamati permasalahan pembangunan pertanian
yang sudah, sedang dan akan berlangsung di Indonesia, dan perubahan perubahan teknologi
yang sangat cepat di dalam negeri, di kawasan regional dan global, diperlukan
strategi pengembangan mekanisasi pertanian dan teknologi hasil pertanian yang
mampu memberikan kontribusi optimal kepada pembangunan nasional. Strategi
tersebut bertujuan untuk memberikan landasan yang kuat bagi berlangsungnya pengembangan
mekanisasi pertanian , sebagai wahana perubahan budaya pertanian tradisional ke
budaya pertanian industrial atau modern.
Beberapa waktu lalu, IRRI (1999), menyampaikan
suatu analisis kecenderungan pembangunan pertanian di dunia terutama mengulas kontribusi
mekanisasi pertanian (agricultural engineering ). Disebutkan dalam laporan
tersebut, bahwa produksi pertanian , terutama padi, pada masa datang akan
menghadapi beberapa masalah seperti keterbatasan lahan subur, air dan tenaga kerja,
namun dituntut untuk lebih memperhatikan masalah lingkungan hidup.
Kecenderungan tersebut nampaknya berlaku umum dan juga dapat dipakai sebagai
acuan pembangunan pertanian di Indonesia.
Dalam pemahaman pembangunan pertanian modern
atau sistem dan usaha agribisnis modern, atau lebih akhir pemikiran visioner
2020 kearah pertanian berbudaya industri (industrialized agriculture) inovasi
teknologi termasuk mekanisasi pertanian dan pasca panen diperlukan terus
menerus untuk mewujudkan pembaruan dan atau penyempurnaan teknologi kearah yang
lebih produktif, efisien, efektif, berkualitas, bernilai tambah, murah dan mampu
memberikan kesempatan peningkatan pendapatan.
Meskipun perubahan tersebut menuntut waktu yang
cukup lama sebagai proses pembelajaran namun tetap merupakan langkah
yang harusnditempuh. Strategi yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan Teknologi
Melalui Proses Alih Teknologi.
Dalam proses ini tahapan ahli teknlogi perlu
dilakukan dan diikuti sebagai proses pematangan budaya profesional dan
industrial. Proses alih teknologi yang ditempuh adalah Material Transfer,
Design Transfer dan Capacity Transfer. Material
Transfer merupakan proses alih teknologi dengan membeli, tanpa harus memiliki
kemampuan untuk melakukan modifikasi, Design Transfer adalah alih teknologi
yang dilakukan dengan proses adopsi, modifikasi dan adaptasi, sedangkan pada
Capacity Transfer sudah melakukan proses alih teknologi dengan meningkatnya
kemampuan untuk perekayasaan, rancang bangun, dan pabrikasi. Loncatan dari fase
ke fase yang lain memerlkan investasi yang besar dengan konsekuensi kegagalan.
Contoh adalah Mekatani pada masa masa 1950. Oleh karena itu Riset di bidang
Keteknikan (Engineering), Mekanisasi Pertanian, dan Pengembangan
Teknologi Hasil Pertanian menjadi sangat penting untuk dilakukan.
b. Peningkatan Kemampuan
Sumber Daya Manusia
Kemampuan Sumber Daya Manusia dibuthkan tidak
hanya untuk mengoperasikan mekanisasi pertanian secara fisik sebagai operator
teknologi, namun juga diperlukan dalam manajemen sistem teknologi. Manajemen
Sistem Teknologi tersebut dimulai dari pemilihan ( seleksi), pengujian dan
evaluasi, serta penciptaan teknologi baru yang sepadan
dengan perkembangan
zaman. Pergeseran sistem pertanian dari padat tenaga kerja ke padat modal
dengan menggunakan mekanisasi pertanian memerlukan keahlian dalam merencanakan,
menganalisa, dan memberikan keputusan keputusan yang tepat.
c. Pengembangan Kelembagaan Mekanisasi Pertanian
Kelembagaan bukan terbatas hanya pada institusi
fisik seperti organisasi pemerintah, namun juga berkaitan dengan supporting
system yang dibutuhkan untuk melayani pengembangan mekanisasi pertanian dan
teknologi hasil pertanian. Antara lain adalah keberadaan kelompok tani,
asosiasi pengusaha, dealership, UPJA, lembaga kredit atau keuangan,
lembaga penjamin kredit, asuransi ( jika appropriate pada saatnya),bengkel
dan industri perawatan dan pemeliharaan yang perlu dihidupkan. Dengan adanya
lembaga lembaga tersebut, keberlanjutan operasi mekanisasi pertanian dapat
dijamin berlangsung terus.
d. Klasifikasi dan Regionalisasi Mekanisasi
Pertanian
Klasifikasi atau regionalisasi mekanisasi
diperlukan sebagai instrumen pengendalian. Meskipun pasar adalah sensor
pengendali yang secara alami berlaku, namun klasifikasi wilayah diperlukan
sebagai informasi untuk menentukan jenis, tipologi, kelayakan, dan aspek aspek lain
bagi pengembangan mekanisasi pertanian. Di dalam klasifikasi tersebut akan
nampak, sejauh mana dan pada batas batas mana, pemerintah harus berperan atau
tidak berperan dalam pengembangan mekanisasi pertanian. Sebagai contoh, pada
wilayah wilayah yang di ketahui pengembangan mekanisasi dapat berjalan dengan
wajar, lancar dan secara alami bertumbuh, peran pemerintah tentu saja makin
kecil, tetapi peran swasta makin besar. Sebaliknya, jika pada tempat tempat
tertentu, mekanisasi pertanian diperlukan untuk pertumbuhan tetapi kurang layak
secara ekonomi, peran pemerintah adalah memberikan insentif bagi
pertumbuhannya.
e. Kemitraan antara riset, industri dan pengguna
Kemitraan tumbuh karena saling ketergantungan
dan saling membutuhkan. Riset perlu didorong untuk melakukan penelitian yang
mampu dijual secara komersial kepada industri, dan bermanfaat bagi pengguna
jika diproduksi. Agenda penelitian harus disusun sesuai dengan kebutuhan stake
holdernya yaitu industri dan petani.
Pertanian modern dalam
pembangunan nasional memberikan :
(a) Lapangan kerja yang
merata bagi warganya dan
(b) Penghasilan yang cukup
untuk membina kesejahteraan umum yang merata. Dengan kesejahteraan
yang semakin meningkat itu, sektor pertanian mampu menyerap hasil-hasil
industri dan jasa-jasa, baik yang bersifat menunjang usaha produksi,
maupun yang berupa barang konsumsi.
(c) Kebijakan makro ekonomi
(d) Kebijakan pengembangan
industri
(e) Kebijakan perdagangan
(f) Kebijakan pengembangan
infrastruktur
(g) Kebijakan pengembangan.
(h) Kebijakan pengembangan
organisasi ekonomi petani
(i) Kebijakan pendaya gunaan
sumber daya alam dan lingkungan
(j) Kebijakan pengembangan
pusat pusat
(k) Pertumbuhan agribisnis daerah.
(k) Pertumbuhan agribisnis daerah.
Terimakasih kak,ini sangat membantu.
ReplyDelete