Translate

Monday, April 10, 2017

Peran Teknologi Hasil Pertanian

Di dalam negeri, tantangan ke depan pembangunan pertanian antara lain adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan, pemenuhan kebutuhan pangan, dan penyediaan lapangan kerja melalui optimalisasi sumber daya yang ditata dalam sistem dan usaha agribisnis yang tanggap terhadap perubahan lingkungan strategis. Perkembangan lingkungan strategis tersebut mengharuskan perlunya penyesuaian dalam strategi pembangunan.
Teknologi Hasil Pertanian adalah teknologi multidisiplin, yang melibatkan pakar-pakar, seperti pakar bahan, manufakturing, teknologi pengolahan pangan, kimia, pengukuran, gizi, agro-kompleks dan lingkungan. Kelemahan pengembangan teknologi di Indonesia adalah sinergi antar disiplin ilmu yang masih sangat rendah. Sinergi adalah akumulasi usaha difusi dari berbagai ilmu dan teknologi, yang sangat membutuhkan energi, sehingga untuk mendapatkan produk yang canggih, modern dan berkehandalan tinggi perlu langkah dan tahapan sistematik, yang memerlukan dukungan politik dan dana pemerintah dan perguruan tinggi. Indonesia yang memiliki 40% penduduk dunia hanya menyediakan 14% persediaan makanan dunia. Salah satu masalah produksi tersebut di Indonesia adalah ketidak mampuan kita menyediakan “Teknologi Hasil Pertanian”, yang mengakibatkan :

1.  Produk pertanian seperti buah-buahan cepat jenuh, sehingga harga mudah jatuh di musim panen, sehingga pengembangan nya secara intensif besar-besaran tidak dimungkinkan.
2.  Bargaining power petani sangat lemah menghadapi tengkulak, sehingga kehidupan, kesejahteraan dan “daya beli pada teknologi” akan selalu tetap lemah
3.  Kemampuan pengawetan, pengepakan, sehingga bisa menjadikan “produk kualitas ekspor” andalan masih sangat tergantung pada teknologi luar negeri, sehingga ketergantungan terhadap produk, uluran tangan dan teknologi akan terjadi selamanya
4.  Bila Indonesia menguasai, dan mampu mengembangkan teknologi “setara dengan teknologi dunia”, tidak mustahil produk pertanian bisa di maksimalkan menjadi komoditi ekspor andalan Indonesia, sehingga kemajuan teknologi bisa lainnya bisa berlangsung dan maju pesat.

Beberapa produk pertanian yang saat ini berhasil berkembang cukup berarti di Indonesia antara lain :

a.      Tepung, beras, ubi kayu, jagung, gandum
b.      Buah-buahan : jeruk, pisang, mangga, dll
c.       Sayur-sayuran: kubis, kentang
d.      Kacang-kacangan: kacang tanah, kedelai
e.      Ikan segar, udang, telur, susu, dairy produk
f.        Daging ayam, sapi, kerbau
g.      Makanan jadi, minuman
h.      Ternak, hasil peternakan, makanan ternak

Teknologi Hasil Pertanian untuk produk-produk di atas memang sebagian sudah tersedia di Indonesia, akan tetapi penguasaan pakar Indonesia terhadap manufaktur, riset dan pengembangan teknologi ini masih sangat lemah. Oleh sebab itu sulit bagi teknologi ini di Indonesia untuk bisa menjadi “tulang punggung” produk-produk pertanian, sehingga menjadi komoditi ekspor unggulan Indonesia.
Teknologi ini harus dikuasai, walaupun harus bertahap. Dengan pengembangan produk dari yang sederhana hingga produk yang kompleks, dari skala kecil hingga skala industri, dan dengan akumulasi langkah-langkah perbaikan berkesinambungan, yang melibatkan usaha multi-disiplin, teknologi ini akan menjadi teknologi yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar produk pertanian Indonesia, yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan volume ekspor non-migas, dan sekaligus ikut berkontribusi cukup berarti dalam menyelesaikan persoalan pengangguran di Indonesia.
Makalah ini akan membahas peran dan kontribusi mekanisasi Teknologi Hasil Pertanian dalam Agroindustri, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta dalam Pembangunan Nasional dibuktikan pada pemerintah sebagai teknologi pemberdayaan bagi kemampuan produktivitas rakyat, yang bisa mendorong ekspor pertanian rakyat sebagai sumber devisa negara, dan merupakan salah satu langkah strategis menyelesaikan pengangguran sesuai dengan tuntutan pembangunan di Indonesia.
1. Peran Teknologi Hasil Pertanian dalam Agroindustri
Proses menghasilkan (proses produksi) komoditas hasil pertanian dipandang perlu untuk dilakukan secara lebih terencana, baik dalam produktifitas, kualitas, maupun waktu panen. Dengan demikian, perencanaan produksi dan penanganan hasil, termasuk jaringan distribusi dan pemasarannya, haruslah dilakukan sebagai suatu sistem terpadu didalam suatu tatanan industri pertanian yang berbasis bisnis agroindustri yang dapat dikendalikan secara penuh. Dengan demikian pola pandang pertanian modern semacam ini akan berbeda jika dibandingkan dengan pertanian pada umumnya (konvensional) yang sangat tergantung kepada keadaan alam. Dalam hal ini, teknologi produksi dan teknologi hasil pertanian dipandang sebagai ujung tombak serta satu syarat mutlak untuk suatu rangkaian proses didalam sistem agribisnis. Bila keseluruhan jaringan mata rantai didalam agobisnis dan agroindustri dapat dikendalikan secara ketat, maka putaran bisnis didalamnya akan lebih terjamin layaknya sebagai suatu industri.
Dalam kaitannya dengan sistem dan usaha agribisnis, banyak pemikiran dimana satu dengan lainnya saling melengkapi dan pemikiran pemikiran tersebut bermuara pada satu prinsip yaitu pasar sebagai faktor pendorong utama pembangunan pertanian. Ada beberapa tulisan mengenai pembangunan pertanian , yaitu konsep petani modern dan sektor pertanian modern ( Birowo, 1977), sistem dan usaha agribisnis yang dikemukakan oleh Saragih (1999), serta Pembangunan Pertanian dan Perdesaan oleh Ginanjar ( 1996), dan terakhir muncul pemikiran ke depan pertanian industri dari Kasryno dkk (2002). Pada prinsipnya petani modern dalam konteks sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, memiliki cirri produktivitas dan efisiensi tinggi, hasil pertaniannya berkualitas dan bernilai tambah tinggi, serta diusahakan sesuai dengan lingkungan produksi (sumber daya lahan dan air). Inovasi teknologi dan efisiensi usaha tani yang tinggi dan terus meningkat disesuaikan dengan perkembangan sosial masyarakat. Kaidah kaidah komersial diterapkan dalam sistem usaha tani tersebut, dimana komersialiasi ditandai dengan sistemnya yang memiliki profitability tinggi, produknya sudah specialized ( tingkat diversifikasi tinggi),
input yang digunakan tradable ( IRRI, 1999). Lebih spesifik, beberapa ciri utama yang dapat dirangkum adalah sebagai berikut:
a)  Produksi pertanian bermutu tinggi dan berubah jumlahnya sesuai permintaan pasar
b)  Perubahan biaya produksi yang disebabkan oleh adanya perubahan teknologi yang terus menerus diusahakan.
c)  Penggunaan sumber daya lahan air, tenaga kerja dan modal pada usaha tani efisien
d) Usaha tani fleksibel, dinamis, terus meningkat produktifitasnya dan dikelola secara komersial dan didukung oleh tersedianya fasilitas transportasi dan tata niaga bisnis, fasilitas kredit, industri produktif yang menghasilkan sarana produk modern seperti pupuk, pestisida serta alat-alat dan mesin lainnya dan fasilitas penyuluh dan peneliti.
e)  Profesionalisme merupakan karakter yang menonjol dalam setiap karya yang dihasilkan.
f) Perekayasaan harus menggantikan ketergantungan pada alam, sehingga setiap produk yang dihasilkan senantiasa sesuai dengan yang dikehendaki dalam mutu, jumlah, bentuk, rasa, dan sifat sifat lainnya.
Permasalahan utama yang dihadapi didalam kegiatan agribisnis adalah sifat mudah rusak (perishable) dari produk ini sehingga mengakibatkan tingginya susut hasil pertanian serta terbatasnya masa simpan (shelf life) dari komoditas pertanian setelah pemanenan. Dipihak lain, sebagian besar komoditas hasil pertanian ini juga bersifat musiman. Tingginya susut hasil pertanian akan berakibat menurunnya pendapatan dan nilai jual dari komoditas tersebut, sedangkan pendeknya masa simpan serta sifat musiman akan membatasi jangkauan pemasaran dari produk hasil pertanian tersebut. Dengan demikian hal yang paling mendasar dari segi teknologinya (pra maupun pasca panen) adalah bagaimana caranya agar bisa menyediakan produk ini selama mungkin di pasaran, tanpa banyak terganggu dengan hal-hal tersebut. Teknologi rumah kaca misalnya akan merupakan salah satu teknologi untuk menghilangkan ketergantungan musim dalam meproduksinya. Sedangkan dari sisi pasca panennya, teknologi penyimpanan dengan CA(controlled atmosfir) misalnya dapat dijadikan alternatip untuk memperpanjang masa simpan produk segar hasil pertanian, sehingga pasokan pasar bisa dilakukan sepanjang tahun, tanpatergantung pada musim panen.
Oleh karena itu, didalam pengembangan agribisnis, terutama pada produk segar, haruslah dipertimbangkan beberapa hal sehubungan dengan teknologi hasil pertanian, baik teknologi yang saat ini telah diterapkan baik oleh petani kecil maupun olehsuatu industri pertanian besar, maupun tingkat teknologi yang akan diintroduksikan, sehingga  akan diperoleh keuntungan secra maksimal dari kegiatan agribisnis yang dilakukan.
Kegiatan teknologi hasil pertanian didefinisikan sebagai suatu kegiatan penanganan produk hasil pertanian, sejak pemanenan hingga siap dimeja konsumen, dimana didalamnya juga termasuk pada kegiatan distribusi dan pemasarannya (Kader, 1988). Sedangkan dari rentang kegiatannya,cakupan teknologi hasil pertanian dibedakan menjadi dua kelompok kegiatan besar, yakni
1)        Penanganan Primer

Meliput penanganan komoditas hingga menjadi produk setengah jadiatau produk siap olah, dimana perubahan/transformasi produk hanya terjadi secara fisik, sedangkan perubahan secara kimiawi biasanya tidak terjadi pada tahap ini.

2)        Penanganan Sekunder

Yakni sebagai kelanjutan dari penanganan primer, dimana pada tahap iniakan terjadi baik perubahan bentuk fisik maupun komposisi kimia dari produk akhir melalui suatu proses pengolahan (Shewfelt dan Prusia, 1993). Termasuk kedalam penanganan primer antara lain adalah pengumpulan di kebun, pangangkutan dari kebun ke tempat penampungan (rumah pengemasan/packing house), pembersihan dan pencucian (cleaning and washing), pemilihan dan penggolongan (sorting and grading), pemberian perlakuan misalnya fumigasi, perlakuan dengan air panas (hot water treatment) atau uap panas (vapour heat tretment atauVHT), pelapisan lilin untuk buah-buahan (waxing), pelabelan, pengemasan, penyimpanan, pemeraman dan pengangkutan ke tempat pemasaran, tempat pengolahan atau langsung kekonsumen (transportation and distribution). Sedangkan yang termasuk kedalam kegiatan penanganan sekunder adalah seluruh kegiatan yang mengolah lebih lanjut produk penanganan primer menjadi bahan olahan, misalnya pembuatan sari buah (juice), pengalengan, pengeringan, pembuatan keripik pisang, pembuatan cabe kering, pembuatan tepung beras, pengolahan saus tomat dan sejenisnya. Kegiatan penanganan primer biasanya dilakukan didekat daerah sentra produksi, sedangkan pengolahan pada tahap penanganan sekunder umumnya dilakukan dekat daerah pemasaran dan dilakukan oleh suatu perusahaan/industri pengolahan.
Karena itulah Ginanjar (1996) menyebutkan perlunya suatu reformasi pembangunan pertanian dari pertanian tradisonal ke pertanian modern yang intinya adalah pertanian berbudaya industri. Lebih lanjut dalam pemahaman saat ini, pertanian modern adalah modernisasi sistem dan usaha agribisnis yang harus mampu menjamin pengadaan pangan yang cukup untuk bangsa dan masyarakat. Pengadaan pangan itu didasarkan atas pemanfaatan sumber-sumber alam, mutu sumber daya manusia dan inovasi teknologi yang berkembang dalam wadah bangsa itu sendiri, tanpa adanya ketergantungan dari sumbersumber luar negeri (Birowo, 1977).
2. Peran Teknologi Hasil Pertanian dalam IPTEK 

Dengan didasari oleh visi dan misi pembangunan pertanian, tujuan pembangunan IPTEK dan dinamika lingkungan strategis domestik dan global, serta kebutuhan masyarakat Badan Litbang Pertanian menetapkan visi yaitu menjadi lembaga penelitian dengan cirri proaktif dan partisipatif dalam menciptakan , merekayasa dan mengembangkan IPTEK untuk mewujudkan sistem dan usaha agirbisnis yang berdaya saing,berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi. 
Misi Pembangunan IPTEK Pertanian adalah untuk menciptakan, merekayasa, dan mengembangkan inovasi inovasi baru yang diperlukan bagi pembangunan untuk mewujudkan sistem dan usaha agribisnis guna mendukung pembangunan sektor pertanian sebagai sektor andalan pembangunan nasional. 
Untuk mewujudkan misi pembangunan IPTEK tersebut ditetapkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
a)     Inovasi inovasi yang dihasilkan merupakan bagian integral dari sistem inovasi   iptek nasional untuk menjawab tantantan pembangunan pertanian.
b)     Kegiatan litbang pertaniandiarahkan untuk memfasilitasi pengembangan sistem dan usaha agribisnis,peningkatan ketahanan panganserta selajutnya mendorong  peningkatan kesejahteraan masyarakat
c)      Pemanfaatan pengembangan dan penguasaan IPTEK di bidang pertanian antara lain diarahkan kepada pembentukan daya inovasi dan akselerasi adopsi teknologi untuk menghasilkan produk produk yang memiliki daya saing tinggi.
d)     Keterpaduan kegiatan dan harmonisasi pendekatan baik antar lembaga maupun antar disiplin, sejak penciptaan sampai adopsi inovasi teknologi, untuk dapat menghasilkan produk yang komersial secara efisien dan berkelanjutan.

Lebih lanjut, mekanisasi sebagai suatu sub sistem IPTEK memiliki arti yang sangat strategis, karena dengan (mekanisasi pertanian ) termasuk teknologi pasca panen), akan didorong pergeseran kearah produktivtas dan efisiensi usaha tani tradisional ke usaha tani komersial atau modern.
Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pertanian harus berorientasi kepada sistem dan usaha agribisnis. Teknologi “baru” yang dihasilkan harus mampu mengukuhkan kepercayaan bahwa dengan mekanisasi pertanian ( penerapan kaidah keteknikan) dapat diwujudkan suatu sistem usaha tani dengan kepastian hasil tinggi yang dinyatakan dengan ciri fisik seperti kuantitas, kualitas, produktivitas dan efisiensi.
Sistem dan usaha agribisnis merupakan sistem usaha tani yang efisien dalam memanfaatkan sumber daya alam dan mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan sesuai dengan jumlah dan waktu dan harga yang diminta oleh pasar. Penelitian dan perekayasaan sebagai proses tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus memperhatikan komponen lain dalam sistem budidaya pertanian secara utuh, yaitu sistem sosial ekonomi petani, lingkungan dan permodalan. Teknologi alat dan mesin pertanian tidak lagi menjadi suatu input yang bebas, tetapi akan saling bergantung dengan komponen tanah, iklim, petani, modal, tanaman, ternak, ekonomi dan moneter. Penelitian dan perekayasaan alsintan diperlukan dalam peningatan produktivitas, efisiensi sumber daya, kualitas, dan pencapaian standar mutu hasil pertanian. Dengan demikian daya saing 
3. Peran Teknologi Hasil Pertanian dalam Pembangunan Nasional

Mengamati permasalahan pembangunan pertanian yang sudah, sedang dan akan berlangsung di Indonesia, dan perubahan perubahan teknologi yang sangat cepat di dalam negeri, di kawasan regional dan global, diperlukan strategi pengembangan mekanisasi pertanian dan teknologi hasil pertanian yang mampu memberikan kontribusi optimal kepada pembangunan nasional. Strategi tersebut bertujuan untuk memberikan landasan yang kuat bagi berlangsungnya pengembangan mekanisasi pertanian , sebagai wahana perubahan budaya pertanian tradisional ke budaya pertanian industrial atau modern. 
Beberapa waktu lalu, IRRI (1999), menyampaikan suatu analisis kecenderungan pembangunan pertanian di dunia terutama mengulas kontribusi mekanisasi pertanian (agricultural engineering ). Disebutkan dalam laporan tersebut, bahwa produksi pertanian , terutama padi, pada masa datang akan menghadapi beberapa masalah seperti keterbatasan lahan subur, air dan tenaga kerja, namun dituntut untuk lebih memperhatikan masalah lingkungan hidup. Kecenderungan tersebut nampaknya berlaku umum dan juga dapat dipakai sebagai acuan pembangunan pertanian di Indonesia. 
Dalam pemahaman pembangunan pertanian modern atau sistem dan usaha agribisnis modern, atau lebih akhir pemikiran visioner 2020 kearah pertanian berbudaya industri (industrialized agriculture) inovasi teknologi termasuk mekanisasi pertanian dan pasca panen diperlukan terus menerus untuk mewujudkan pembaruan dan atau penyempurnaan teknologi kearah yang lebih produktif, efisien, efektif, berkualitas, bernilai tambah, murah dan mampu memberikan kesempatan peningkatan pendapatan. 
Meskipun perubahan tersebut menuntut waktu yang cukup lama sebagai proses pembelajaran namun tetap merupakan langkah yang harusnditempuh. Strategi yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:

a.      Pengembangan Teknologi Melalui Proses Alih Teknologi.

Dalam proses ini tahapan ahli teknlogi perlu dilakukan dan diikuti sebagai proses pematangan budaya profesional dan industrial. Proses alih teknologi yang ditempuh adalah Material Transfer, Design Transfer dan Capacity Transfer. Material Transfer merupakan proses alih teknologi dengan membeli, tanpa harus memiliki kemampuan untuk melakukan modifikasi, Design Transfer adalah alih teknologi yang dilakukan dengan proses adopsi, modifikasi dan adaptasi, sedangkan pada Capacity Transfer sudah melakukan proses alih teknologi dengan meningkatnya kemampuan untuk perekayasaan, rancang bangun, dan pabrikasi. Loncatan dari fase ke fase yang lain memerlkan investasi yang besar dengan konsekuensi kegagalan. Contoh adalah Mekatani pada masa masa 1950. Oleh karena itu Riset di bidang Keteknikan (Engineering), Mekanisasi Pertanian, dan Pengembangan Teknologi Hasil Pertanian menjadi sangat penting untuk dilakukan.

b.      Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia

Kemampuan Sumber Daya Manusia dibuthkan tidak hanya untuk mengoperasikan mekanisasi pertanian secara fisik sebagai operator teknologi, namun juga diperlukan dalam manajemen sistem teknologi. Manajemen Sistem Teknologi tersebut dimulai dari pemilihan ( seleksi), pengujian dan evaluasi, serta penciptaan teknologi baru yang sepadan
dengan perkembangan zaman. Pergeseran sistem pertanian dari padat tenaga kerja ke padat modal dengan menggunakan mekanisasi pertanian memerlukan keahlian dalam merencanakan, menganalisa, dan memberikan keputusan keputusan yang tepat.

c. Pengembangan Kelembagaan Mekanisasi Pertanian

Kelembagaan bukan terbatas hanya pada institusi fisik seperti organisasi pemerintah, namun juga berkaitan dengan supporting system yang dibutuhkan untuk melayani pengembangan mekanisasi pertanian dan teknologi hasil pertanian. Antara lain adalah keberadaan kelompok tani, asosiasi pengusaha, dealership, UPJA, lembaga kredit atau keuangan, lembaga penjamin kredit, asuransi ( jika appropriate pada saatnya),bengkel dan industri perawatan dan pemeliharaan yang perlu dihidupkan. Dengan adanya lembaga lembaga tersebut, keberlanjutan operasi mekanisasi pertanian dapat dijamin berlangsung terus.

d. Klasifikasi dan Regionalisasi Mekanisasi Pertanian

Klasifikasi atau regionalisasi mekanisasi diperlukan sebagai instrumen pengendalian. Meskipun pasar adalah sensor pengendali yang secara alami berlaku, namun klasifikasi wilayah diperlukan sebagai informasi untuk menentukan jenis, tipologi, kelayakan, dan aspek aspek lain bagi pengembangan mekanisasi pertanian. Di dalam klasifikasi tersebut akan nampak, sejauh mana dan pada batas batas mana, pemerintah harus berperan atau tidak berperan dalam pengembangan mekanisasi pertanian. Sebagai contoh, pada wilayah wilayah yang di ketahui pengembangan mekanisasi dapat berjalan dengan wajar, lancar dan secara alami bertumbuh, peran pemerintah tentu saja makin kecil, tetapi peran swasta makin besar. Sebaliknya, jika pada tempat tempat tertentu, mekanisasi pertanian diperlukan untuk pertumbuhan tetapi kurang layak secara ekonomi, peran pemerintah adalah memberikan insentif bagi pertumbuhannya.

e. Kemitraan antara riset, industri dan pengguna

Kemitraan tumbuh karena saling ketergantungan dan saling membutuhkan. Riset perlu didorong untuk melakukan penelitian yang mampu dijual secara komersial kepada industri, dan bermanfaat bagi pengguna jika diproduksi. Agenda penelitian harus disusun sesuai dengan kebutuhan stake holdernya yaitu industri dan petani.

Pertanian modern dalam pembangunan nasional memberikan :

(a)  Lapangan kerja yang merata bagi warganya dan
(b) Penghasilan yang cukup untuk membina kesejahteraan umum yang merata. Dengan kesejahteraan yang semakin meningkat itu, sektor pertanian mampu menyerap hasil-hasil industri dan jasa-jasa, baik yang bersifat menunjang usaha produksi, maupun yang berupa barang konsumsi.
(c) Kebijakan makro ekonomi
(d) Kebijakan pengembangan industri
(e) Kebijakan perdagangan
(f)  Kebijakan pengembangan infrastruktur
(g) Kebijakan pengembangan.
(h) Kebijakan pengembangan organisasi ekonomi petani
(i)  Kebijakan pendaya gunaan sumber daya alam dan lingkungan
(j)  Kebijakan pengembangan pusat pusat
(k) Pertumbuhan agribisnis daerah.

1 comment: